Catatan Dahlan Iskhan
Program menanam sorgum itu, rasanya baru diputuskan "kemarin", Makanya, seperti tiba-tiba ketika Sabtu lalu saya sudah diminta untuk melakukan panen pertama.
Waktu begitu cepat berlalu. Pantaslah orang yang tidak biasa kerja cepat begitu mudah digilas waktu.
Memang, seperti dikatakan Direktur Utama PTPN XII Singgih Irwan
Basri, anak buahnya langsung action dua hari setelah keputusan. Mereka
pilih lahan 7,5 ha di Banyuwangi. Lahan yang marginal. Lahan yang tidak
bisa ditanami padi. Lima jenis benih sorgum pun segera ditanam di situ.
Inilah uji coba untuk menentukan sorgum jenis apa yang paling cocok
untuk iklim dan tanah di Indonesia. Hasilnya akan menentukan jenis mana
yang akan ditanam secara besar-besaran mulai Februari nanti.
Mengapa sorgum?
Sorgumlah yang akan bisa mengurangi impor gandum kita yang mencapai 7
juta ton per tahun itu. Kita ini tidak bisa menanam gandum di
Indonesia. Iklim kita yang dua musim tidak cocok untuk tanaman empat
musim. Padahal, kita kian doyan mi dan roti. Akibatnya, kita harus
terus-menerus impor gandum secara besar-besaran dari negara seperti
Amerika Serikat.
Kita yang miskin terus menghidupi petani negara maju. Angka impor itu
akan naik terus seiring dengan kegemaran kita makan mi dan roti yang
terus meningkat.
Impor daging bisa saja akan berakhir kalau kita mau meningkatkan
produksi ternak. Negara kita cocok untuk peternakan. Tinggal mau atau
tidak mau. Demikian juga, kita bisa mengakhiri impor beras kalau kita
mau meningkatkan produksi kita. Tapi, kita tidak akan bisa mengakhiri
impor gandum. Kita tidak bisa menanamnya. Kita hanya bisa menyeruput mi
dan melahap rotinya!
Harapan baru muncul ketika para ahli sorgum berkumpul di Kementerian
Ristek empat bulan yang lalu. Saya dan Menteri Ristek Gusti Muhammad
Hatta mengajak para ahli itu berdialog. Apa yang bisa kita lakukan untuk
mengurangi impor gandum yang begitu besar. Muncullah kesimpulan bahwa
sorgumlah yang bisa diandalkan.
Salah satu ahli sorgum waktu itu, Prof Dr Sungkono, sampai berlinang
terharu ketika kemudian diputuskan bahwa BUMN akan menggalakkan sorgum.
Secara besar-besaran. Apalagi, BUMN memiliki lahan yang luas yang belum
semuanya bisa dimanfaatkan. Terutama lahan yang tidak bisa untuk tanaman
padi, sawit, karet, teh, dan kopi.
Sang profesor sangat gembira karena ahli lulusan IPB itu merasa tidak
sia-sia. Ketekunannya mendalami sorgum sejak muda sampai menjadi
profesor akan sangat berarti.
Dari hasil panen perdana Sabtu lalu, jelaslah bahwa setidaknya dua
jenis sorgum sangat baik hasilnya. “Satu untaian bisa mencapai 1 ons.
Ini melebihi yang tertera di literatur yang menyebutkan satu untaian
hanya 0,5 ons,” ujar Irwan Basri, Dirut PTPN XII.
Dua benih unggul itu belum punya nama. Untuk sementara disebut
Citayam (karena dibenihkan di Desa Citayam) dan Numbu B. Jenis-jenis
lain hanya menghasilkan separo dari itu.
Yang hebat, benih Citayam dan Numbu B adalah hasil mutasi genetik
yang dilakukan para ahli kita sendiri di Batan. Penyilangan-penyilangan
genetiknya dilakukan melalui proses radiasi sinar gamma. Yakni, melalui
radiasi nuklir Co-60. Ahli-ahli di Batan mencari gen-gen terunggul untuk
disilang dan dijadikan benih yang terbaik.
Dengan hasil Banyuwangi ini, BUMN sudah memanfaatkan temuan dan
fasilitas yang ada di Batan. Yakni, benih sorgum dan proses pembuatan
radioisotop untuk kedokteran nuklir. Kerja sama yang erat antara Batan
(Ristek) dan PT Batantekno (BUMN) ternyata bisa membuat temuan-temuan
dan fasilitas di Batan menjadi komoditas yang secara komersial sangat
menguntungkan negara.
Berkat fasilitas yang ada di Batan, Dirut Batantekno Yudi Utomo
Imardjoko bisa mengaplikasikan temuan termodernnya untuk memproduksi
radioisotop yang sekarang mulai berproses untuk menguasai pasar Asia.
Berbeda dari padi, sekali tanam sorgum ini bisa untuk tiga kali
panen. Begitu panen pertama, batangnya dipotong sampai pangkalnya. Lalu,
akan tumbuh batang sorgum lagi. Tiga bulan kemudian, sudah bisa dipanen
lagi. “Kami akan lihat berapa hasil panen dari ratoon pertama. Lalu,
akan kami tunggu lagi ratoon yang kedua,” ujar Irwan.
Dengan demikian, sebelum penanaman besar-besaran Februari nanti, hasil panen ratoon pertama pun sudah bisa diketahui.
Citayam dan Numbu B masih punya kelebihan lain. Batangnya tinggi dan
besar. Ketika saya menelusup ke dalam kebun yang siap panen itu, tidak
bisa disangkal: ternyata tubuh saya ini pendek. Batang sorgum itu hampir
2 meter. Dengan batang yang tinggi, makanan ternak dari batang itu bisa
lebih banyak. Demikian juga niranya.
Batang sorgum tersebut bisa menghasilkan nira sebagaimana tebu.
Hanya, nira sorgum cuma bisa dipakai untuk gula cair. Tidak bisa untuk
gula kristal. Maka, sekali tanam sorgum, kita bisa mendapat tepungnya,
niranya, dan makanan ternaknya.
Itulah sebabnya dalam panen perdana tersebut Dirut PT Berdikari
(Persero) Librato El Arif ikut hadir. Berdikari-lah yang akan menjadi
pembeli seluruh makanan ternak tersebut. Sebab, PT Berdikari mendapat
tugas untuk berfokus mengembangkan ternak secara besar-besaran. Tidak
boleh lagi mengerjakan bisnis yang lain. Bisnis lamanya seperti mebel
dan asuransi harus dilepas.
Tapi, PT Berdikari kelihatannya harus gigit jari. Jauh-jauh datang ke
Banyuwangi, dia tidak akan kebagian makanan ternak itu. Bupati
Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, yang kini lagi mengembangkan ternak sapi
rakyat secara masal, minta agar makanan ternak itu digunakan untuk
pengembangan sapi di Banyuwangi sendiri. Tentu saya mendukung permintaan
Pak Bupati ini. Saya lihat beliau sangat serius dalam mengembangkan
sapi di sana.
Banyuwangi berubah drastis di tangan bupati yang masih sangat muda
itu (38 tahun). Semua tahu, hambatan utama pengembangan ternak adalah
makanan ternak yang kian mahal. Dengan kebun sorgum yang mencapai ribuan
hektare di Banyuwangi, sumber makanan ternak tersebut akan teratasi.
Secara nasional, hasilnya sama saja. Sapi itu datang dari Banyuwangi
atau dari Sumatera, tidak ada bedanya. Yang penting bisa mengurangi
impor sapi yang sangat besar itu.
Dan lagi, sorgum akan ditanam secara masal di Sulawesi oleh PTPN XIV
dan oleh Berdikari sendiri. Lahan peternakan PT Berdikari di Sulsel yang
mencapai 6.000 ha sudah diputuskan juga harus ditanami sorgum dalam
skala besar.
Tahun depan adalah tahun pembuktian. BUMN harus menanam sorgum hingga
mencapai 15.000 ha. Ini bukan kerja sembarangan. Hanya kemauan yang
keras yang akan bisa mewujudkannya.
BUMN bertekad akan mewujudkan keyakinan bahwa kita ini mampu
melakukan apa saja asal kita mau. Kita sering tidak bisa melakukan
sesuatu bukan karena tidak mampu, tapi karena tidak mau!
Ibu-ibu dari PTPN XII pun punya kemauan yang keras. Sabtu lalu itu,
untuk suguhan para tamu di Banyuwangi itu, ibu-ibu membuat berbagai
macam kue yang semuanya menggunakan bahan berupa tepung sorgum: roti,
sosis, nogosari… Saya coba memakan semuanya. Saya rasakan enaknya. (*)
Dahlan Iskan,
Menteri BUMN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar